Header Ads

Bayi Suriah kehilangan mata, solidaritas dunia pun terpicu

Bayi Suriah kehilangan mata, solidaritas dunia pun terpicu
Warga Ghouta timur, bersolidartas bagi Karim. Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption Warga Ghouta Timur, bersolidartas bagi Karim.

Foto bayi Suriah yang kehilangan mata dan menderita luka parah akibat serangan pasukan pemerintah telah memicu kampanye solidaritas di media sosial.

Karim, yang baru berusia dua bulan, terluka saat peluru artileri menyerang sebuah pasar di wilayah Ghouta yang dikuasai pemberontak di pinggiran kota Damaskus pada tanggal 29 Oktober. Ibunya sendiri meninggal dunia dalam peristiwa itu.

Wilayah Ghouta Timur yang terdiri dari berbagai kota dan pedesaan serta dihuni sekitar 400.000 orang itu sudah dikuasai oleh pasukan pemerintah sejak tahun 2013.

Namun, meski kawasan tersebut dijadikan "zona de-eskalasi", pertikaian meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Komite Palang Merah Internasional mengatakan pada hari Senin (25/12) bahwa situasi di wilayah tersebut telah mencapai "titik kritis ... yang perlahan mematikan sendi kehidupan".

Hak atas foto AFP Image caption Ghouta timur, tak jauh dari Damaskus, masih dikuasai pemberontak, dan dikepung tentara pemerintah selama bertahun-tahun.

Sekitar 500 orang sedang menunggu untuk dievakuasi untuk mendapat perawatan kesehatan. Mereka juga mengalami gizi buruk, kekurangan bahan bakar dan obat-obatan, serta cuaca dingin mengancam kehidupan yang semakin memburuk.

Foto yang memperlihatkan Karim kecil pertama kali beredar luas pada akhir bulan November.

Tapi kampanye #SolidarityWithKarim yang mereka gaungkan untuk meningkatkan kesadaran tentang keadaan anak-anak yang terjebak di Ghouta Timur baru saja dimulai minggu lalu oleh Amer al-Mohilbany, seorang fotografer lepas.

"Tujuan dari kampanye ini adalah untuk menyuarakan penderitaan bayi ini, yang kehilangan mata, selain ibunya," katanya kepada kantor berita AFP.

Berbicara kepada kantor berita Turki, Anadolu, ayah Karim Abu Mohammed mengatakan bahwa anaknya membutuhkan "perawatan yang konstan". Artikel itu juga dilengkapi gambar yang memperlihatkan tingkat luka-luka yang dialami Karim.

Hak atas foto Getty Images Image caption Sepeninggal ibunya, Karim dirawat ayahnya, bibinya, dan empat saudaranya.

Tagar #SolidarityWithKarim telah digunakan lebih dari 26.000 kali sejak hari Senin.

Sejak itu foto-foto Karim telah dibagikan ratusan kali di berbagai platform media sosial.

Para pengguna media sosial dari Suriah mengunggah foto-foto mereka dengan menutupi mata kiri mereka sebagai solidaritas terhadap penderitaan Karim.

Para anggota Asosiasi Dokter Independen (IDA) tak ketinggalan mengunggah foto yang memperlihatkan petugas medisnya di Suriah menutup matanya sebelah.

IDA adalah sebuah organisasi nonpemerintah yang berbasis di Turki yang mengoperasikan rumah sakit di Suriah yang dikuasai pemberontak.

Organisasi Pertahanan Sipil Suriah, yang para petugas penyelamatnya dikenal dengan nama Helm Putih, juga mencuitkan dukungan dalam akun Twitternya.

Kisah Karim juga menarik perhatian kalangan politikus, wartawan dan aktivis di luar Suriah.

Staf di surat kabar Jerman Bild mengambil foto mereka yang berpose beramai-ramai dengan mata ditutup sebelah, untuk "membuat pernyataan" tentang kekerasan yang sedang berlangsung di Suriah.

Kampanye tersebut rupanya terdengar sampai ke markas PBB di New York pada hari Selasa (26/12), ketika perwakilan tetap Inggris, Matthew Rycroft menyebut nama Karim dalam sidang Dewan Keamanan.

"Kita harus berdiri dalam solidaritas dengan Karim," katanya, menyerukan diakhirinya pengeboman di Ghouta Timur.

Kampanye tentang penderitaan yang dialami seorang bayi bukan kali pertama beredar luas di media sosial.

Awal tahun ini, sebuah kampanye serupa digelar di Yaman. Saat itu para pengguna media sosial berbagi foto diri mereka dengan satu mata tertutup. Aksi ini dilakukan untuk menunjukkan solidaritas kepada seorang anak perempuan yang terluka dan menjadi yatim piatu akibat serangan udara koalisi pimpinan Arab Saudi yang memerangi gerakan pemberontak Houthi.

No comments

Powered by Blogger.